Monday, April 23, 2018

Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Ilmu Hukum Indonesia

Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Ilmu Hukum Indonesia.




Pengantar ilmu hukum membahas pengertianpengertian dasar, konsep-konsep, abstraksi-abstraksi, dan generalisasi serta teori-teori hukum yang diperlukan di dalam penerapannya. Di samping itu pengantar ilmu hukum membahas hukum secara integral dalam satu kerangka yang menyeluruh sehingga dapat mempelajari hukum melalui sudut pandang disiplin ilmu yang beraneka ragam. Mempelajari pengantar ilmu hukum dapat memperoleh pandangan umum yang lengkap mengenai hukum, sebab pengantar ilmu hukum memberikan suatu deskripsi singkat dan lengkap dari pengertian, teori, dan segala aspek yang relevan mengenai hukum.

Pengantar ilmu hukum secara prinsip memperkenalkan hukum sebagai suatu kesatuan yang totalistik, integral, dan komprehensif. Akan tetapi mempelajari hukum tidak hanya cukup dengan mendalami pengantar ilmu hukum saja, sebab mempelajari ilmu hukum harus secara lebih khusus dan mendalami melalui cabang-cabangnya. Mempelajari cabang-cabang hukum berarti akan menemukan sifat-sifat, ketentuan, konsep, dan teori-teori hukum yang lebih khusus dan nyata menurut dan sesuai dengan cabang-cabang tersebut.

Sedangkan pengantar ilmu hukum Indonesia menurut Prof. Dr. Achmad Sanusi, S.H. adalah hukum yang berlaku sekarang ini di Indonesia, oleh karenanya pembahasan Pengantar Tata Hukum Indonesia maupun Pengantar Hukum Indonesia haruslah menjelaskan seluruh hukum yang berlaku di Indonesia berdasarkan pada positifi teit berlakunya. Begitu pula menurut Achmad Rustandi, S.H. yang mengatakan bahwa Tata Hukum Indonesia haruslah membahas keseluruhan hukum yang berlaku di Indonesia saat ini, sekalipun ia lebih setuju menggunakan istilah Pengantar Hukum Positif Indonesia daripada Pangantar Tata Hukum Indonesia. Menurutnya istilah Pengantar Hukum Positif lebih tegas.

Adapun perbedaan antara Pengantar Ilmu Hukum dengan Pengantar Ilmu Hukum Indonesia terletak pada objek dan fungsinya. Objek kajian Pengantar Ilmu Hukum adalah pengertian-pengertian dasar dan teori-teori ilmu hukum serta membahas hukum pada umumnya dan tidak terbatas pada hukum yang berlaku di tempat atau di negara tertentu saja, tetapi juga hukum yang berlaku di tempat atau negara lain pada waktu kapan saja (ius constitutum dan ius constituendum). Sedangkan objek daripada Pengantar Ilmu Hukum Indonesia adalah mempelajari atau menyelidiki hukum yang sekarang, yang sedang berlaku atau hukum positif di Indonesia (ius constitutum). Begitu juga dengan fungsinya pada Pengantar Ilmu Hukum memiliki fungsi sebagai dasar bagi setiap orang yang akan mempelajari hukum secara luas beserta pelbagai hal yang melingkupinya, sedangkan Pengantar Ilmu Hukum Indonesia berfungsi menghantarkan setiap orang yang akan mempelajari hukum yang sedang berlaku atau hukum positif Indonesia.

Pengantar Ilmu Hukum dengan Pengantar Ilmu Hukum Indonesia merupakan dua mata kuliah yang memiliki hubungan yang erat. Adapun hubungan antara Pengantar Ilmu Hukum dengan Pengantar Ilmu Hukum Indonesia dapat dilihat pada dua hal berikut:

  • Keduanya merupakan mata kuliah dasar keahlian yang mempelajari atau menyelidiki hukum sebagai ilmu. 
  • Pengantar Ilmu Hukum merupakan dasar atau penunjang dalam mempelajari Pengantar Ilmu Hukum Indonesia. Artinya, Pengantar Ilmu Hukum harus lebih dahulu dipelajari sebelum mempelajari Pengantar Ilmu Hukum Indonesia
Untuk menjamin kualitas keluaran pendidikan tinggi hukum selain diharapkan menjadi intelektual hukum tetapi juga mampu mengabdikan ilmu untuk kebaikan masyarakat menurut Soerjono Soekanto haruslah memiliki tiga aspek sebagai berikut:

1. Pengetahuan di bidang hukum maupun pengetahuan pada bidang sosial lainnya.
2. Mempunyai keterampilan teoretis mencakup kemampuan untuk menulis, berdiskusi, dan meneliti.
    Berkemampuan praktis, mencakup kemampuan untuk membentuk hukum kemudian 
    menerapkannya. 
3. Berkepribadian yaitu memiliki keberanian menyatakan kebenaran dan bersifat jujur. 

Sehingga ke depannya kiranya lulusan pendidikan tinggi hukum mampu mengubah pola pikir masyarakat serta memenuhi kebutuhan baru masyarakat yaitu peningkatan kesadaran dan aspirasinya dalam mendewasakan pandangan dan sikap terhadap pembangunan hukum. Mengingat masyarakat Indonesia yang majemuk dan multi-etnis yang sedang giat membangun, membutuhkan sarjana-sarjana hukum yang menguasai teori dan praktik serta mampu menganalisis permasalahan masyarakat selanjutnya mencari pemecahannya. Kualitas yang dimiliki sarjana hukum di satu sisi berfungsi sebagai sarana melapangkan bekerjanya hukum, tetapi pada sisi lain berperan sebagai sarana untuk mengubah pola perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik dan terencana.

Kedudukan dan Fungsi Pengantar Ilmu Hukum

 Kedudukan dan Fungsi Pengantar Ilmu Hukum 



Sebagai mata kuliah dasar keahlian dalam kesatuan kurikulum pada fakultas hukum di Indonesia, ilmu hukum adalah termasuk ilmu praktis, namun kedudukan ilmu hukum menempati posisi yang istimewa dalam klasifi kasi ilmu karena mempunyai sifat sebagai ilmu normatif dalam perkembangannya, objek telaahannya bukan hanya dipahami secara tradisional, namun tugasnya lebih banyak terarah pada penciptaan hukum baru yang diperlukan untuk mengakomodasi timbulnya berbagai hubungan kemasyarakatan yang baru. Makanya, ilmu hukum harus terbuka dan mampu mengolah produk berbagai ilmuilmu lain tanpa kehilangan karaktar khasnya sebagai ilmu normatif. 

Untuk mengetahui karaktaristik ilmu hukum, perlu kiranya diacu pernyataan Paul Scolten yang mengatakan ilmu hukum berbeda dengan ilmu deskriptif. Ia mengemukakan bahwa ilmu hukum bukan untuk mencari fakta historis dan hubungan-hubungan sosial seperti yang terdapat pada penelitian sosial. Menurutnya, ilmu hukum berurusan dengan preskripsi-preskripsi hukum, putusanputusannya yang bersifat hukum dan materi-materi yang diolah dari kebiasaan-kebiasaan. Ia lebih jauh menyatakan bahwa bagi legislator, ilmu hukum berkaitan dengan hukum in abstracto. Akan tetapi tidak berarti bahwa bagi hakim ilmu hukum berkaitan dengan hukum in concerto. Bagi hakim, ilmu hukum memberikan pedoman dalam menangani perkara dan menetapkan fakta-fakta yang kabur. Argumentasi yang dikemukakan oleh Paul Scholten menunjukkan secara jelas bahwa ilmu hukum mempunyai karaktar preskriptif dan sekaligus sebagai ilmu terapan.

Jhon Austin pendiri mazhab analitis memberikan batasan yang sangat sempit terhadap ilmu hukum. Pandangan Austin, ilmu hukum tidak lain daripada hukum positif. Hukum positif menurut Austin adalah aturan umum yang dibuat oleh mereka yang mempunyai kedudukan politis lebih tinggi untuk mereka yang mempunyai kedudukan politis yang lebih rendah. Hukum positif dengan demikian merupakan suatu perintah penguasa. Dengan mendefi nisikan hukum semacam itu, Austin bermaksud memisahkan hukum dari moral, kebiasaan, dan unsur-unsur lain yang tidak dapat ditentukan. Demikian pula halnya dengan Hans Kelsen yang mendirikan Die reine Rechtlehre atau Ajaran Hukum Murni. Ia berusaha membebaskan hukum dari kabut metafi sika yang telah menyelimutinya sekian lama dengan melakukan spekulasi tentang adanya keadilan atau dengan mengemukakan doktrin ius naturae atau hukum alam. Hans Kelsen lebih jauh berpendapat bahwa hukum tetaplah hukum meskipun tidak adil. Oleh karena itu apabila pandangan Hans Kelsen ini diikuti, ilmu hukum tidak lebih dari studi formal tentang hukum.

Berbeda halnya dengan Roscoe Pound yang memandang ilmu hukum dalam arti yang luas. Ia mengemukakan bahwa hukum yang harus dibedakan dengan undang-undang. Ia mendefi nisikan hukum dalam pengertian peradilan dalam melaksanakan keadilan. Meskipun memberikan ruang lingkup yang luas terhadap studi hukum, tetapi tidak dapat disangkal bahwa Roscoe Pound memandang ilmu hukum sebagai science of law yang berkaitan dengan penafsiran dan penerapan hukum.




Kompromi, Konsensus, Pembagian Dan Alokasi



Kompromi dan Konsensus



Politik sering kali dianggap sebagai suatu cara untuk menyelesaikan sebuah konflik (resolusi konflik) melalui kompromi dan negosiasi dibandingkan melalui kekuatan atau aplikasi kekuasaan secara nyata. Menurut Bernard Crick dalam In Defence of Politics (1993), karena konflik tidak bisa dihindari maka saat kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat yang bertentangan  sama-sama memiliki kekuasaan maka mereka tidak bisa dihancurkan begitu saja tetapi dapat dipecahkan melalui kompromi. Politik dalam hal ini dianggap sebagai kekuatan penuntun menuju keberadaban yang menjauhkan masyarakat dari pertumpahan darah.  

Pembagian Dan Alokasi

Pembagian (distribution) dan alokasi yang dimaksudkan adalah pembagian dan penjatahan nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Politik adalah pembagian dan pengalokasian nilai-nilai secara mengikat. Nilai dalam ilmu-ilmu sosial diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik dan benar, sesuatu yang diinginkan, atau sesuatu yang mempunyai harga. Oleh karenanya ia selalu dikejar oleh manusia untuk dimiliki. Nilai tidak saja bersifat konkret, seperti: rumah, tanah, maupun bentuk-bentuk kekayaan materiil yang lain, tetapi juga bersifat abstrak, seperti: penilaian atasan kepada bawahan, kebebasan berpendapat, atau kebebasan berorganisasi.

Para sarjana yang menitikberatkan pada aspek pembagian ini, pada umumnya juga menelusuri bagaimana interaksi yang terjadi dalam masyarakat mempengaruhi dinamika politik. Harold D. Laswell misalnya, mengemukakan bahwa “Politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana”. Definisi David Easton, dalam bukunya A System Analysis of Political Life, menyatakan bahwa “Sistem politik adalah keseluruhan interaksi yang mengatur pembagian nilai-nilai secara otoritatif (berdasarkan wewenang) untuk dan atas nama masyarakat. 

Demikianlah ilmu politik memang dapat dilihat dari berbagai segi, sesuai dengan penajaman yang diinginkan oleh seorang sarjana ilmu politik. Meskipun demikian, tentu lebih bijaksana apabila kita berpijak pada anggapan bahwa definisi-definisi yang telah dikemukakan di atas adalah saling melengkapi satu terhadap yang lain. Sebagai contoh, kajian mengenai Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tentu tidak mungkin hanya dilihat dari segi tujuan diumumkannya Dektrit itu sendiri (aspek kebijakan umum); sebaliknya, kajian yang baik dan menyeluruh, mau tidak mau, akan melihat perimbangan kekuatan-kekuatan politik yang ada pada waktu itu (aspek kekuasaan dan aspek pembagian). Bagi sarjana ilmu politik tersedia banyak pilihan; yang penting adalah bagaimana menggunakan definisi yang sesuai untuk titik-pijak dalam mengamati gejala-gejala politik yang dikehendaki. 

Pengambilan Keputusan Dalam Kebijakan Publik

Pengambilan Keputusan Dalam Kebijakan Publik



Pengambilan keputusan sebagai konsep pokok ilmu politik, melibatkan keputusan-keputusan yang diambil secara kolektif dan mengikat seluruh warga masyarakat. Ruang lingkup keputusan itu pun dapat terbatas hanya pada penentuan tujuan masyarakat, namun dapat pula menjangkau keputusan-keputusan untuk mencapai tujuan tersebut. Kecuali itu, pengambilan keputusan sebagai aspek utama dari politik juga harus dilihat sebagai suatu proses memilih alternatif yang terbaik. Sehingga seandainya Indonesia memutuskan untuk memberi prioritas kepada ekspor nonmigas, maka keputusan itu pun diambil setelah mempertimbangkan kemungkinan alternatif-alternatif yang lain. Aspek-aspek di atas juga banyak melibatkan masalah-masalah pembagian (distribution) yang oleh Harold D. Laswell  dirumuskan sebagai “who gets what, when and how”. Di samping itu, kajian mengenai pengambilan keputusan sering memusatkan perhatiannya kepada pertanyaan “siapa yang mengambil keputusan” dan “untuk siapa keputusan itu dibuat”. 

Definisi Joice Mitchell, dalam Political Analysis and Public Policy, menyatakan bahwa “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya”. Serupa dengan definisi Joyce Mitchell, Karl W. Deutsch mengemukakan bahwa “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum”. Keputusan itu berbeda dengan pengambilan keputusan-keputusan pribadi oleh seseorang, dan keseluruhan dari keputusan itu merupakan sektor umum atau sektor publik dari suatu negara

Kebijakan (policy) merupakan suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau suatu kelompok politik, dalam rangka memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya pihak yang membuat kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dibuatnya. 

Para sarjana ilmu politik yang memusatkan perhatian pada aspek kebijakan ini, beranggapan bahwa masyarakat memiliki beberapa tujuan bersama yang ingin dicapai secara bersama pula. Untuk itu diperlukan rencana yang mengikat dan dirumuskan ke dalam kebijakan-kebijakan oleh pihak yang memiliki wewenang. Dengan menekankan pada aspek kebijakan umum itu, maka “Ilmu Politik adalah kebijakan pemerintah, proses terbentuknya, serta akibat-akibatnya”, seperti dikatakan oleh Hoogerwerf; bagi sarjana ini, kebijakan umum ditafsirkan sebagai kebijakan untuk membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan. Barangkali definisi Easton lebih lengkap, ketika dalam bukunya “The Political Sistem”, ia mengemukakan bahwa “kehidupan politik mencakup bermacam-macam kegiatan yang mempengaruhi cara untuk melaksanakan kebijakan itu”. Bagi Easton, seseorang akan berperan serta dalam kehidupan politik, apabila aktivitasnya berhubungan dengan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan untuk masyarakat

Saturday, April 21, 2018

Definisi Ilmu Politik

Definisi  Ilmu Politik 



Ilmu politik mempelajari tentang kehidupan politik. Istilah politik dalam kepustakaan ilmu politik dapat dipahami dari berbagai definisi. Perlu dikemukakan bahwa perbedaan-perbedaan yang muncul antara satu definisi dengan definisi yang lain, sesungguhnya hanya disebabkan oleh karena setiap sarjana hanya melihat pada salah satu aspek politik. Aspek inilah yang kemudian digunakan sebagai konsep utama dalam menganalisis aspek yang lain.

Secara umum dapat dikatakan bahwa politik ialah berbagai kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem itu, dan bagaimana melaksanakan tujuan-tujuannya. Heywood merumuskan politik secara luas sebagai keseluruhan aktivitas di mana masyarakat membuat, mempertahankan dan membuat amandemen aturan-aturan umum di mana mereka hidup. Pembuatan keputusan (decision making) mengenai apa yang menjadi tujuan dari sistem politik atau negara tidak dapat dipisahkan dari pemilihan antara beberapa alternatif dan penentuan urutan prioritas. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu pun diperlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber yang ada.

Perlu diingat bahwa untuk menentukan kebijakan umum, pengaturan, pembagian, maupun alokasi sumber-sumber yang ada, diperlukan kekuasaan dan wewenang (authority). Kekuasaan dan wewenang ini memainkan peranan sangat penting untuk membina kerja sama ataupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin muncul dalam proses pencapaian tujuan. Dalam tradisi politik dapat dipergunakan cara-cara persuasi (meyakinkan) maupun cara-cara kohesif (kekerasan). 

Berdasar uraian singkat di atas terlihat bahwa konsep-konsep pokok yang mendasari perumusan definisi ilmu politik melibatkan beberapa aspek, di antaranya : 
(a) negara (state); 
(b) kekuasaan; 
(c) pengambilan keputusan dan kebijakan publik (policy); 
(d) kompromi dan konsensus dan 
(e) pembagian (distribution) atau alokasi. Berikut ini kita akan melihat aspekaspek tersebut.  

Bidang Kajian Ilmu Politik

Bidang  Kajian  Ilmu  Politik 

Menurut Andrew Heywood  (1997) dalam bukunya Politics, ilmu politik dibagi menjadi empat bidang kajian utama, yaitu: 
  1. Teori politik yang meliputi: definisi politik; pemerintahan, sistem dan rezim; ideologi-ideologi  politik; demokrasi; dan negara.
  2. Bangsa-bangsa dan globalisasi meliputi: bangsa dan nasionalisme; politik subnasional; dan  politik global.
  3. Interaksi politik terdiri dari: ekonomi dan masyarakat; budaya politik dan legitimasi; perwakilan, pemilu dan partisipasi dalam pemilu; partai politik dan sistem kepartaian, kelompok, kepentingan dan gerakan. 
  4. Mesin pemerintahan yang meliputi: konstitusi, hukum dan yudikatif; lembaga legislatif; lembaga eksekutif; birokrasi; militer dan polisi. 
  5. Kebijakan dan  kinerja meliputi: proses kebijakan dan kinerja sistem. 
Sebelumnya, dalam Contemporary Political Science, yang diterbitkan oleh UNESCO (suatu lembaga yang bernaung di bawah PBB tahun 1950), ilmu politik dibagi menjadi empat bidang kajian utama, yaitu:

  1. Teori politik yang meliputi kajian undang-undang dasar/ konstitusionalisme dan sejarah perkembangan pemikiran politik. 
  2. Lembaga-lembaga politik yang meliputi studi undang-undang dasar, pemerintahan nasional, pemerintahan daerah (lokal), fungsi sosial ekonomi dari pemerintah, dan perbandingan lembaga-lembaga politik.
  3. Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum, meliputi kajian atas partai-partai politik, golongan-golongan dan asosiasi-asosiasi, partisipasi warga negara dalam pemerintahan dan administrasi, serta pendapat umum. 
  4. Hubungan internasional  yang meliputi studi bidang politik internasional, organisasi dan administrasi internasional, serta hukum internasional. 
Jika kita membandingkan kedua rumusan ruang lingkup ilmu politik di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa  ada begitu banyak perubahan yang sudah terjadi dalam studi ilmu politik yang bergerak meluas dari pendekatan institusional klasik yang terfokus pada studi institusi-institusi klasik pemerintahan dan partai politik. Saat ini, studi ilmu politik semakin banyak bersinggungan dengan ilmu-ilmu sosial yang lain seperti sosiologi, kriminologi, ekonomi, psikologi, dan lainnya sehingga memunculkan banyak sub-sub studi kontemporer seperti ekonomi politik, perbandingan politik, psikologi politik, sosiologi politik, dan lain-lain. Walaupun demikian, tidak bisa diartikan bahwa ilmu politik kemudian meninggalkan cabang-cabang bahasan klasik seperti teori politik dan studi institusi politik, karena ilmu politik terus mengembangkan diri di atas pilar-pilar perkembangan sebelumnya dan menghasilkan studi-studi teori politik kontemporer, pendekatan-pendekatan baru (neo-institutionalism) dalam menganalisis institusi-institusi khas politik, dan lain-lain.
Bidang pertama, teori politik merupakan bahasan sistematika dan generalisasi-generalisasi dari gejala politik. Bidang kajian ini bersifat spekulatif (merenung-renung) sejauh ia menyangkut norma-norma yang seharusnya untuk kegiatan politik. Meskipun demikian, teori politik juga dapat bersifat deskriptif (menggambarkan) atau komparatif (membandingkan). Dalam kaitannya dengan sejarah ide-ide politik, maka ide-ide tersebut dibahas menurut kurun waktu ide-ide itu dilahirkan. Hal ini disebabkan oleh karena ide-ide politik betapa pun juga tidak dapat dipisahkan dari norma-norma, nilai-nilai maupun prasangka-prasangka tertentu ketika ide-ide politik tersebut dikemukakan.

Bidang kedua, lembaga-lembaga politik, mempelajari kinerja pemerintah berikut para aparatnya yang secara teknis merupakan tenaga untuk mencapai tujuan-tujuan sosial. Bidang ini sangat erat kaitannya dengan teori politik, terutama karena tujuan lembaga pada umumnya ditentukan oleh doktrin dan filsafat yang tercakup dalam kajian teori politik.

Bidang ketiga, lebih banyak menggunakan konsep-konsep sosiologi dan psikologi, dan sering menonjolkan aspek dinamika politik tingkat massa. Sedangkan hubungan internasional, yang merupakan kajian keempat berkembang menjadi kajian tersendiri; bahkan di beberapa universitas berkembang menjadi departemen atau fakultas tersendiri.

Perkembangan lain dari politik ialah munculnya studi mengenai  pembangunan politik (Political Development). Kajian ini menelaah dampak pembangunan sosial ekonomi terhadap susunan masyarakat, khususnya bagaimana pengaruh lembaga-lembaga politik terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Kajian mengenai pembangunan masyarakat ini dikembangkan oleh sarjana-sarjana Barat sehubungan dengan upaya mereka untuk memahami perubahan sosial politik di negara-negara berkembang yang baru merdeka setelah Perang Dunia II. Banyak ahli dalam kelompok ini bersikap etnosentrik dalam melihat perkembangan yang terjadi di negara-negara berkembang; artinya mereka mempergunakan tradisi Barat untuk menilai apa yang terjadi di negara berkembang. Akibatnya, para ahli ini beranggapan bahwa perkembangan yang terjadi senantiasa harus melewati tahapan yang sama yang pernah dilewati oleh perkembangan negara-negara Barat sebelumnya.

Cara melihat masalah seperti ini tentu tidak dapat dibenarkan, karena seperti telah dikemukakan sebelumnya, perkembangan atau perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat tidak mungkin dapat dilepaskan begitu saja dari ide-ide atau gagasan politik yang berakar dalam masyarakat itu sendiri, meskipun metode penelitian dapat menggunakan cara-cara terbaru yang muncul kemudian. Dengan demikian, perkembangan politik negara-negara berkembang harus dilihat sebagai tradisi yang unik tanpa bias karena penggunaan kacamata standar penilaian berdasarkan tradisi Barat. Di samping itu, telah timbul beberapa bidang kajian lain seperti ekonomi politik dan peranan militer dalam politik. 

Thursday, April 19, 2018

Perkembangan Ilmu Politik

Perkembangan Ilmu Politik





Telaah politik yang sesungguhnya mulai dilakukan ketika orang yakin bahwa mereka dapat membentuk pemerintahan sendiri sesuai dengan asas-asas yang dapat dipahami akal. Para pemikir Yunani Kuno, awalnya Plato dan kemudian Aristoteles, mengemukakan gagasan bahwa dengan menerapkan asas-asas penalaran terhadap masalah-masalah kemanusiaan, maka manusia dapat memerintah dirinya sendiri. Titik tolak ini sangat penting karena alam semesta tidak lagi dianggap sebagai daerah kekuasaan dewa-dewa, tetapi dapat dipahami dalam kerangka ilmu pengetahuan. 

Di Yunani Kuno, pemikiran tentang negara dan pemerintahan dimulai sekitar 450 S.M., seperti tercermin dalam karya filsafat Plato dan Aristoteles, maupun karya sejarah Herodotus. Pusat-pusat kebudayaan tua di Asia, seperti India dan Cina, juga mewariskan tulisan-tulisan tentang negara dan pemerintahan. Tulisan-tulisan ini disajikan dalam bentuk kesusasteraan dan filsafat, misalnya Dharmasastra dan Arthasastra di India maupun karya-karya Confucius dan Mencius di Cina.

Pemikiran mengenai negara dan pemerintahan juga bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Kita dapat menemukan pemikiran serupa ini dalam kitab Pararaton, Nagarakertagama dan Babad Tanah Jawi, maupun dalam berbagai hikayat dan cerita-cerita adat. Kaba di Minangkabau misalnya, dengan caranya sendiri menyiratkan pemikiran mengenai negara dan pemerintahan. 

Sehingga apabila ilmu politik dilihat dalam kerangka yang lebih luas – sebagai pembahasan mengenai berbagai aspek kehidupan termasuk kepercayaan, pemerintahan, kenegaraan atau kemasyarakatan – maka ilmu politik sering disebut sebagai pengetahuan yang tertua di antara ilmu-ilmu pengetahuan sosial. Meskipun penulis-penulis seperti Confucius, Mencius, Kautilya, maupun Prapanca tidak membicarakan politik secara khusus, tetapi dengan dibumbui legenda mitos mereka membicarakan tentang kedudukan manusia di alam semesta, tujuan hidup, serta persyaratan yang diperlukan untuk mencapai tujuan itu. 

Sebaliknya, apabila ilmu politik dilihat sebagai bagian dari ilmu sosial yang memiliki dasar, kerangka, pusat perhatian dan cakupan yang jelas dan terinci, memang ilmu politik baru lahir pada akhir abad ke-19. Dalam sejarah perkembangannya ilmu politik banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu sosial yang lain, misalnya ilmu hukum, sosiologi dan psikologi. 

Ketika perkembangan ilmu politik banyak dipengaruhi oleh ilmu hukum, pusat perhatian utama adalah negara, yang dikenal sebagai tradisi yuridis formal. Tradisi ini terutama berkembang di Jerman, Austria dan Prancis. Sedangkan di Inggris, perkembangan ilmu politik banyak dipengaruhi oleh filsafat moral. Prancis dan Inggris memang kemudian menjadi ujung tombak dalam perkembangan ilmu politik sebagai disiplin tersendiri, setelah dibentuknya Ecole Libere des Sciences Politiques di Perancis (1870) dan London School of Economics and Political Science di Inggris (1895). 

Tradisi yuridis formal yang dipengaruhi oleh ilmu hukum ini juga mempengaruhi kajian ilmu politik Indonesia. Melalui sarjana-sarjana Belanda misalnya, tradisi ini membekas pada sebagian besar pemikiran tokoh-tokoh pergerakan nasional. Mereka ini memperoleh pengetahuan politik dari mata kuliah ilmu negara maupun karya-karya dari tokoh-tokoh seperti: R. Kranenburg dan Logemann

Perkembangan ilmu politik di Amerika Serikat dipengaruhi oleh spektrum yang lebih luas. Kajian ilmu politik di benua baru yang ditemukan oleh Columbus ini, berpijak pada: ide rasionalitas Yunani; ide yuridis Romawi; ide kenegaraan Jerman; ide-ide persamaan, kebebasan dan kekuasaan kenegaraan dari Jerman; dan ide-ide persamaan, kebebasan dan kekuasaan yang berasal dari Inggris dan Prancis. Oleh karena Amerika Serikat tidak mengenal tradisi monarki, maka tidak mengherankan apabila orang Amerika lebih menyukai pemikiran yang universal dan bertumpu pada asas-asas demokrasi. 

Sementara itu ketidakpuasan sarjana-sarjana Amerika terhadap pendekatan yuridis, menyebabkan mereka berpaling pada pengumpulan fakta-fakta empirik. Tradisi ini kemudian didukung pula oleh perkembangan ilmu-ilmu sosial yang lain, misalnya psikologi dan sosiologi. Asosiasi Ilmu Politik Amerika (APSA) yang didirikan tahun 1904 pada dasarnya pula merupakan wadah untuk mengumpulkan fakta-fakta empirik. 

Pendekatan empirik ini berkembang di Amerika Serikat ketika orang mulai sadar akan perlunya asas-asas baru untuk menjelaskan tingkah laku manusia. Hal ini menyebabkan psikologi – dengan perhatian utamanya terhadap proses belajar, pendidikan dan pembentukan pendapat umum – memperoleh perhatian luas dari para sarjana. Bersamaan  dengan berdirinya Asosiasi Ilmu Politik Amerika (APSA), dua orang filsuf yaitu William James dan John Dewey, mulai tergugah untuk memberikan sumbangan ilmu psikologi kepada ilmu politik. Pendekatan ini kemudian dikenal sebagai pendekatan perilaku. 

Seiring dengan perkembangan zaman, bidang-bidang atau disiplin kajian ilmu sosial pun berkembang sesuai dengan keinginan untuk mempelajari gejala sosial secara lebih rinci.  Meski dalam perkembangannya, tidak dapat dihindari adanya saling pengaruh antar berbagai disiplin ilmu. Misalnya : ilmu politik memperoleh sumbangan sangat berharga dari ilmu filsafat, sejarah hukum, psikologi, dan sosiologi. Semua itu telah menjadikan ilmu politik berkembang semakin pesat dan lebih mencakup spektrum yang luas mengikuti perkembangan masyarakat. 

Pembidangan dalam kajian ilmu politik ini menjadi semakin penting dengan harapan agar melalui pembidangan, sarjana ilmu politik dapat memusatkan perhatiannya pada gejala-gejala yang lebih khusus (spesifik). Pembidangan seperti ini tentu bukan merupakan gejala asing dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Ilmu fisika misalnya, yang semula hanya menjelaskan gejala-gejala alam yang kasat mata, dalam perkembangannya juga merambah pada gejala-gejala yang tidak dapat ditangkap oleh indra manusia, ilmu mekanika kuantum, opto-elektronika maupun teknologi ruang angkasa.